Saturday, October 23, 2010

Edannya Suporter Kita !








Beres mengikuti Pra Muktamar KAMMI di Solo pada 1-4 Oktober kemarin, ternyata tak menjadikan aktivitas kembali seperti biasa. Malam harinya, saya beranjak dari Solo menuju Bandung memakai Kereta Api Kahuripan. Entah karena harus nerima nasib, kereta yang saya tumpangi sama dengan Bobotoh Persib. Tak ayal lagi, sesudah keluar dari stasiun Solojebres, para suporter Persis Solo secara membabi-buta melempari kereta kami dengan batu. Tua, muda, bahkan bayi yang ada dalam kereta menjadi korban keganasan para suporter. Saya pun demikian, jas hitam yang saya pakai penuh dengan pecahan kaca.



Sekitar 45 menit kami menjadi santapan empuk para suporter anarkis tersebut. Kami semua menunduk di lantai kereta. Melindungi badan dengan tas, atau apapun yang bisa menghalangi pecahan kaca. Saya termenung. Jujur, ini pengalaman pertama saya. Suasana waktu itu sangat mencekam, kami ibarat musuh para pelempar batu-batu tersebut. Dalam hati, saya mengutuk suporter gila yang tak punya hati tersebut. Mereka tak punya perikemanusiaan, jeritan bayi, rintihan anak-anak dan orang tua malah dibalas dengan hardikan dan teriakan puas para suporter bejad.


Aku tak kuat ingin marah. Kita saudara, satu nusa satu bangsa, tapi ternyata tak punya hati. Emosi permusuhan yang meluap-luap, hanya karena masalah bola. Lihatlah kalian para suporter anarkis, berapa banyak anak yang trauma akibat ulah gila kalian! berapa nyawa yang hampir tewas gara-gara lemparan batu kalian mengenai kepala dan badan mereka! Gila, apakah kalian tidak punya hati nurani!!


Pasopati lempari KA Kahuripan
Aku terbawa emosi saat itu. Mengutuk aparat kepolisian yang tak bisa menjaga keamanan kereta kami, padahal mereka tahu para suporter gila itu akan menghabisi kami dengan lemparan-lemparan batunya. Aparat kereta api yang seolah biasa, melaju tanpa sadar di depan perjalanan ada bahaya menghadang. Ah, kadang saya berpikir untuk apa ada negara, kalau tidak bisa melindungi masyarakat. Entah, apa karena kami ada di kereta api ekonomi, pemerintah tidak punya niat untuk melindungi kami! Sungguh, rasa malas menggerayangi diri saya. Otakku mendidih, ketika di Jakarta sana akan terjadi pergantian Kapolri.


Mereka biadab, aparat kepolisian yang tidak menjaga gerbong kereta kami, pihak kereta api yang tak punya hati membiarkan sang masinis melaju tanpa dosa. Dan suporter edan yang tega "menghabisi" kami, saudara sebangsanya.


Sungguh, aku sedih. Beginikah etika kehidupan kita. Sungguh naas, ditengah dunia yang serba glamor, kehancuran moralitas tinggal menunggu waktu. Naudzubillah.