Saturday, April 18, 2009

Semangat Hidup Para Calon Pemimpin Bangsa

Oleh : Ramlan Nugraha
Pengurus Wilayah KAMMI Jawa Barat Periode 2008-2010


Semangat yang Tinggi

Empat puluh lima tahun yang lalu atau tepatnya tahun 1964, seorang ulama besar Indonesia dituduh melakukan subversi. Sebuah tuduhan tidak beralasan sampai beliau harus mendekam di dalam penjara selama dua tahun empat bulan. Di penjara, sebuah ilham dari Allah SWT mengantarkannya untuk menyelesaikan tafsir sebanyak 28 juz dan mengkhatamkan al-Qur’an 150 kali. Beliau adalah tidak lain Buya Hamka. Sosok ulama kharismatik yang disegani sekaligus teladan yang mempunyai semangat luar biasa di tengah kondisi sulit yang menimpanya.



Ada pesan yang ingin beliau sampaikan kepada kita semua, “Bahwa hidup dengan bertawakal kepada Allah SWT, maka setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Pasti ada jalan keluarnya jika kita menggunakan otak untuk memecahkannya”.

Perjalanan seorang Buya Hamka harus menjadi teladan kita semua. Tidak hanya sikap tawakalnya saja, tetapi semangat menimba ilmu yang begitu luar biasa. Setidaknya beliau mengajari kita, mencari ilmu tanpa orientasi ijazah semata-mata. Ikhlas karena berjuang di jalan dakwah.

Dalam sebuah karya sastranya, Imam Syafi’i mengingatkan kepada para pencari ilmu untuk mempunyai hirsh atau semangat yang tinggi untuk mencari ilmu. Bukan hanya itu saja, ternyata hirsh adalah salah satu dari enam hal yang disebutkan sang Imam sebagai syarat-syarat memperoleh ilmu. Diantaranya adalah kecerdasan (dzaka), kesabaran (ishtibarin), bekal (bhulgahtin) dan guru yang membimbing (irsydul ustadzin). Tentu menurut Imam Syafi’i, sejalan dengan perjalanan waktu (thulu zaman) maka hal-hal diatas jika diaplikasikan dengan ikhlas dan diimbangi dengan doa maka akan berdampak pada hasil yang luar biasa.

Paparan kisah hidup Buya Hamka seakan menjadi bukti nyata bahwa sudah seharusnya kita bangkit menjadi bangsa yang besar jika setiap individu mempunyai semangat yang tinggi dalam mencari ilmu. Tentunya tidak lupa harus mempunyai lima syarat yang disebutkan oleh Imam Syafi’i diatas.

Perjalanan Calon Pemimpin Bangsa



Sebuah proses panjang yang melahirkan calon pemimpin tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Janganlah kita meniru Partai-Partai Politik yang dengan seenak udelnya menyulap seseorang menjadi calon wakil rakyat. Menjadikan Pemilu layaknya Indonesian Idol.

Ada beberapa hal yang mungkin kita harus belajar kepada Che Geuvara. Dalam bukunya yang berjudul The Motorcycle Diary, Ia menceritakan tentang perjalanannya menggunakan sepeda motor mengelilingi seluruh wilayah Amerika Latin. Tujuannya tidak lain hanya untuk mengetahui kondisi bangsanya. Perjalanannya tersebut akhirnya mengantarkan sang calon dokter menjadi pejuang tangguh dari Kuba.

Perhatikanlah, perjalanan waktu seorang calon pemimpin tidak dihabiskan untuk mengejar kesenangan pribadi saja. Tetapi Ia habiskan untuk kebermanfaatan kepada orang lain. Disinilah titik frekuensi yang sepertinya harus kita samakan, yaitu nilai kebermanfaatan. Nilai ini juga didapatkan setelah tidak hanya cukup mengidentifikasi permasalahan saja, tetapi terjun langsung dalam setiap kondisi nyata di masyarakat.

Che Guevara mungkin melakukan hal yang tepat untuk mengetahui kondisi masyarakatnya dengan cara terjun langsung melihat kondisi nyata. Tetapi perjalanan yang dilakukan tidak memberikan pencerahan bagi dirinya. Hal ini tentu sangat berbeda dengan apa yang diajarkan oleh Islam. Perintah al-Qur’an untuk “menyebarlah ke permukaan bumi” (fanthasiru fil ardh) tidak lain dan tidak bukan untuk berdakwah dan menambah syukur kepada sang pencipta, Allah SWT. Maka kepada setiap calon pemimpin bangsa, mari lakukanlah perjalanan.

Ikhtisar

Inti tulisan singkat diatas adalah pertama, pesan kepada setiap pencari ilmu untuk senantiasa bertawakal kepada Allah serta memahami syarat-syarat yang harus dimiliki dalam perjalanan mencari ilmu. Hal ini penting di tengah kondisi materialisme yang melanda dunia, seolah indikator kesuksesan seseorang menempuh pendidikan adalah hanya terletak pada selembar ijazah an sich.

Kedua, perintah Allah untuk fanthasiru fil ardh menjadi hal yang harus menjadi kewajiban para pencari ilmu. Sejarah mengajarkan kepada kita bahwa Rasulullah melakukan perjalanan dan menyuruh para sahabatnya untuk menyebarkan kebaikan ke seluruh penjuru dunia.



Wallahu’alam bishshawab.