Tuesday, April 20, 2010

Seminar Parenting Mas Fauzil Adhim


Boleh dibilang saya merupakan fansnya mas Adhim. Sejak mengenal tulisan beliau, entah mengapa hasrat untuk membaca setiap artikelnya begitu besar. Kebetulan waktu itu, kakak saya adalah pelanggan majalah Ummi sejak tahun 1999. Berhenti berlangganan tahun 2004 karena harganya yang terus naik dan isinya yang semakin banyak iklan.

Tahun 2004 mulai berganti ke majalah Suara Hidayatullah. Sampai sekarang Alhamdulillah saya merupakan pembaca setianya. Tulisan-tulisan mas Adhim banyak saya temui di kedua majalah tersebut, disamping beberapa buku karyanya.

Bagi saya tulisan beliau mengandung beberapa kelebihan, diantaranya adalah pertama, mengangkat tema sehari-hari yang implementasinya bisa langsung diterapkan, semisal tentang hubungan orang tua anak, pendidikan, pernikahan, menulis, dll. Kedua, menyajikan informasi yang selalu disuguhi dengan riset, survey, dll, ketiga, mengandung kritik tajam tetapi objektif, keempat, alurnya mengalir sehingga pembaca benar-benar menikmati setiap isi yang disajikan, dan kelima, tidak jarang setiap tulisan mas Adhim dibuktikan dengan pengalamannya terlebih dahulu.

Pada berbagai kesempatan, saya selalu menyempatkan hadir dalam acara beliau. Tidak terkecuali pada acara seminar parenting kemarin. Acara yang bertajuk “Saat Berharga Untuk Anak Kita” ini dilaksanakan pada 11 April 2010 bertempat di Masjid Habiburahman, PT Dirgantara Indonesia, Bandung. Sesuai dengan temanya, mayoritas yang hadir adalah para orang tua ataupun suami istri yang baru saja menikah. Saya tentu tidak masuk dalam kategori keduanya, tetapi anggaplah ini sebagai persiapan. Walaupun agak canggung, tapi saya berusaha tetap confidence untuk mendengarkan seminar tersebut dengan seksama.

The Power of Love

Prolog diawali dengan sebuah pertanyaan, bagaimana meningkatkan rasa cinta anak kepada orang tua? Menurut beliau, setidaknya ada tujuh hal yang bisa dilakukan oleh orang tua.

1.       Penerimaan yang tulus
Setiap orang tua harus menyadari tentang tanggung jawabnya dalam keluarga. Seorang suami bukan hanya sebagai pemimpin keluarga, ataupun istri tidak hanya menjaga keluarga di saat suami tidak ada. Tetapi keduanya harus faham bahwa peranannya adalah sebagai penanggung jawab penuh. Keduanya harus bersinergi, bukan hanya ini tugas siapa, itu tugas siapa. Pun demikian dalam mendidik anak. Keduanya mempunyai tanggung jawab penuh. Tidak hanya saat anak berada di rumah, tetapi dimana pun juga ia berada. Penerimaan tulus menekankan bahwa bahwa sebagai orang tua, kita harus sadar tentang kelebihan dan kekurangan anak. Karena keduanya merupakan hasil dari pendidikan yang dilakukan oleh orang tua.

2.       Kepedulian
Beliau menceritakan tentang seorang anak di Hongkong yang sejak bayi diasuh oleh PRT orang Indonesia. Ketika jatuh, anak tersebut selalu mengucapkan kalimat Istigfhar, layaknya orang Indonesia yang mengasuhnya. Padahal agamanya bukan Islam. Demikian halnya ketika kedua orang tuanya ditanya tentang warna kesukaan anak tersebut. Keduanya menjawab warna yang berbeda. Ketika ditanyakan kepada sang anak, jawabannya salah. Dan ketika pertanyaan serupa ditujukan kepada orang Indonesia tadi, jawabannya sama dengan apa yang diucapkan si anak.

Pelajaran yang dapat diambil adalah ungkapan si anak ketika jatuh ataupun warna kesukaannya ternyata lebih tahu orang Indonesia tadi dibandingkan dengan kedua orang tuanya. Pertanyaannya adalah, lantas ibu gurunya siapa? Apakah kedua orang tuanya ataupun orang Indonesia yang mengurusnya setiap saat.  Inti dari kepedulian adalah sediakan waktu dan libatkan diri dengan anak.


         3. Ekspektasi atau harapan
Dalam setiap aktivitas, ada nilai-nilai hidup yang ditanamkan. Misal: ketika para siswa akan menghadapi Ujian Nasional, seorang kepala sekolah yang meyakini kekuatan ekspektasi akan mengatakan kepada siswanya bahwa perguruan tinggi terbaik telah menunggu.

Hal ini berbeda ketika hanya sekedar mengingatkan siswa bahwa Ujian Nasional tinggal beberapa minggu lagi dan siswa diharapkan lebih giat belajar. Ekspektasi menekankan pada motivasi siswa. Sehingga siswa tidak memandang UN seperti halnya dikejar anjing, tapi momentum UN bagi siswa yang selalu diberikan ekspektasi bagaikan mengejar anjing. Ya, mengejar kapan pelaksanaan UN supaya lekas masuk Perguruan Tinggi.

4.       Berkomunikasi dengan baik
Ada empat jenis sikap yang dapat dibedakan, yaitu:
·         Komunikasi hangat dan akrab;
·         Komunikasi cuek atau tidak peduli;
·         Komunikasi merendahkan;
·         Komunikasi menginspirasi.

5.       Perlakukan dengan hormat tapi tidak dimanjakan
Cukuplah orang tua disebut menyengsarakan anaknya jikalau sejak kecil membiasakan anak-anaknya untuk hidup mudah. Ada analogi yang bagus: Menjadi seorang Satlantas lebih mudah dibandingkan menjadi Brimob, atau sebuah mobil Roy Royles jauh lebih rumit pengerjaannya dibandingkan dengan Toyota. Anda bisa membandingkan bahwa perbedaan keduanya terletak pada proses pembuatannya. Kita mungkin menyukai hal yang instan? Tetapi dalam proses “menjadi” seperti analogi diatas, tentu dibutuhkan latihan dan mekanisme kerja yang lebih disiplin.

6.       Inspirasi dan motivasi
Ada pertanyaan terkait dengan mekanisme reward and punishment yang diberikan orang tua kepada anak. Kalaulah mekanisme ini dianggap berhasil, maka yang pertama kali seharusnya menjadi orang baik ataupun sukses adalah anak orang kaya. Karena semakin banyaknya reward yang diberikan atas nilai sebuah keberhasilan. Tapi kenyataannya tidaklah seperti itu. Karena motivasi ini berupa dorongan ekstrinsik (luar). Yang paling urgen adalah memberikan inspirasi, meningkatkan motivasi sang anak dan kekuatan utamanya adalah perilaku disiplin kedua orang tua. Disiplin  tidak kaku dan tidak juga kasar.

7.       Berbagi ide dan sharing gagasan
Ketika orang tua dan anak saling berbagi ide dan sharing gagasan maka akan terjadi peningkatan motivasi pada sang anak. Motivasi sangat berbeda dengan semangat. Ini terkait dengan motif, dorongan atau kenapa sang anak melakukan sesuatu? Oleh karena itu, anak harus dibiasakan untuk mengatakan sesuatu.

Penutup

Dari sinilah kita memulai sesuatu: bukan sekedar faith, ataupun values of life, tapi lebih dari itu. Atau bukan hanya sekedar life competence academic,dll. Lebih dari itu kawan. Visi besar itu harus dibangun saat ini. Saat berharga dengan anak kita.


Wallahu’alam bishshawab.